Jakarta (20/06/2024)– Kepala Pusat Kerja Sama Internasional (PKSI) LP2M UIN Salatiga, Ibu Marisa Fran Lina, M. Pd. hadiri Kegiatan Prospek Pengembangan Kerja Sama Luar Negeri yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama. Kementerian Agama tengah mengkaji prospek pengembangan kerja sama luar negeri pada Perguruan Tinggi Keagamaan (PTK). Kajian ini diikuti 103 perwakilan dari lembaga PTK, negeri dan swasta.
Hadir sebagai narasumber, Muhammad Sahrul Murajjab dari Direktorat Timur Tengah dan Cahya Sumaningsih dari Direktorat Jenderal Amerika dan Eropa Kementerian Luar Negeri.
Ketua Tim Kerja sama Luar Negeri (KLN) pada Biro Hukum dan KLN Khoirul Huda Basyir mengatakan, kajian dilakukan untuk memberikan informasi dan pengembangan akses kepada lembaga-lembaga pendidikan tinggi dalam mengembangkan kerja sama dengan lembaga-lembaga pendidikan tinggi luar negeri. Selain di kawasan ASEAN, kerja sama juga diharapkan bisa dijalin di kawasan Timur Tengah, Amerika, dan Eropa, dengan tetap memedomani lima kriteria aman secara politik, yuridis, teknis, keamanan, dan keuangan.
“Penguatan kerja sama kiranya merujuk kepada PMA Nomor 40 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Kerja Sama Pada Kementerian Agama, di mana terdapat tiga prinsip penting dalam pengembangan kerjasama yaitu kesetaraan, saling menghormati, dan bermanfaat serta menguntungkan,” sebutnya di Jakarta, Kamis (20/6/2024).
Muhammad Sahrul Murajjab dari Direktorat Timur Tengah mengenalkan secara singkat kawasan Timur Tengah; memiliki 20 negara dengan populasi mencapai 480 juta jiwa. Kerja sama Indonesia dengan Timur Tengah sudah cukup lama terjalin dengan 16 Kedutaan Besar RI dan 2 Konsulat Jenderal RI di Kawasan Timur Tengah. Di Jakarta, terdapat 18 Kedutaan Besar Negara-negara Timur Tengah.
Ini, menurutnya, memperlihatkan bahwasanya kawasan ini merupakan mitra strategis Indonesia dalam melakukan kerjasama baik dalam bidang politik, ekonomi, pendidikan dan sosial budaya. Pendidikan terutama Pendidikan Islam di Timur Tengah memiliki akar yang sangat tua, dimulai dari masa awal Islam di abad ke-7. Untuk itu pendidikan pada kawasan ini memiliki beberapa karakteristik umum dimana dengan adanya reputasi dan tradisi keilmuan yang kuat dari perguruan tinggi seperti Al-Zaytounah Tunis, Al-Qarawiyin Maroko, Al-Azhar Mesir, Ummul Qura Makkah, Univ. Islam Madinah, Univ. Princess Noura dan yang lainnya menjadikan kawasan ini sebagai pusat dari perkembangan pengetahuan dan budaya Islam.
“Untuk potensi dan prospek kerja sama bagi Indonesia dan Negara Timur Tengah ke depannya terutama bagi Perguruan Tinggi Keagamaan dapat melakukan peningkatan kapasitas melalui pelatihan, pertukaran mahasiswa dan dosen (penguatan hubungan akademik), kerja sama penelitian, pengembangan kurikulum & program studi, beasiswa dan dukungan finansial, kolaborasi pendidikan online (e-learning) serta pertukaran budaya dan diplomasi,” tuturnya.
“Tentu saja dalam upaya merealisasikan potensi kerjasama tersebut terdapat beberapa tantangan diantaranya konflik internal negara yang terus meluas serta adanya potensi eskalasi konflik dan juga krisis yang sebagian masih terus berlanjut di beberapa negara kawasan Timur Tengah hingga saat ini,” sambungnya.
Cahya Sumaningsih dari Direktorat Jenderal Amerika dan Eropa Kementerian Luar Negeri menjelaskan, terdapat beberapa kepentingan Indonesia di kawasan Amerika dan Eropa. Di antaranya, hubungan politis yang sangat baik dan stabil, mitra pembangunan dan peningkatan kapasitas SDM, pasar produk dan industri strategis, termasuk produk makanan dan minuman serta ekonomi kreatif, kerja sama dinamis RI di berbagai tingkatan (eksekutif, legislatif, yudikatif dan business-to-business) dan berbagai bidang seperti Poleksosbudhankam dan IPTEK.
“Prospek kerjasama Perguruan Tinggi Keagamaan yang dapat dikembangkan di kawasan Amerika dan Eropa dilakukan dengan beberapa negara potensial seperti Amerika Serikat, Peru, Kolombia, Chile, Prancis, Inggris, Spanyol, Hongaria, Rusia, Turki, Ukraina, Bosnia dan Herzegovina melalui kerjasama masing-masing universitas dengan universitas yang ada di Indonesia (University-to-University),” paparnya.
Tetapi, lanjut Cahya Sumaningsih, dalam pelaksanaannya, terdapat tantangan-tantangan seperti akses atas informasi dan komunikasi, kondisi politik dalam negeri masing-masing negara di Kawasan Amerika dan Eropa, perumusan lingkup kerja sama yang sesuai dengan kepentingan masing-masing perguruan tinggi atau lembaga.
“Untuk itu perguruan tinggi perlu memperhatikan kondisi politik dalam negeri dari negara mitra dan Kementerian Luar Negeri siap memfasilitasi apabila ada inisiasi kerja sama dan turut mengawal proses kerja sama hingga terimplementasi,” tandasnya.