Dalam era informasi yang serba cepat, kita semakin sering dihadapkan pada tantangan penyebaran informasi yang tidak akurat atau bahkan hoaks. Fenomena ini sering disebut sebagai era “pasca-kebenaran” (post-truth). Di tengah maraknya informasi yang menyesatkan, sebuah penelitian yang dilakukan oleh Asfa Widiyanto dari Indonesia menawarkan harapan baru. Penelitian ini mengkaji potensi kontribusi budaya pengetahuan Islam Indonesia dalam menghadapi tantangan era pasca-kebenaran.
Penelitian ini berfokus pada bagaimana nilai-nilai dan tradisi intelektual dalam Islam dapat menjadi fondasi yang kuat untuk membangun masyarakat berbasis pengetahuan yang kritis dan bijaksana. Beberapa aspek penting yang diteliti antara lain:
- Literasi Media: Budaya pengetahuan Islam menekankan pentingnya membaca, memahami, dan menafsirkan teks-teks keagamaan. Keterampilan ini dapat diaplikasikan dalam mengonsumsi informasi di era digital, sehingga masyarakat lebih mampu membedakan antara fakta dan opini, serta menghindari penyebaran hoaks.
- Kritis terhadap Informasi: Islam mendorong umatnya untuk berpikir kritis dan tidak menerima begitu saja segala informasi yang ada. Nilai-nilai seperti ijtihad (upaya memahami agama melalui penalaran) dapat menjadi landasan untuk mengembangkan sikap skeptis yang sehat terhadap informasi yang beredar.
- Toleransi dan Dialog: Islam mengajarkan pentingnya toleransi dan dialog antarumat beragama. Nilai-nilai ini dapat menjadi dasar untuk membangun masyarakat yang inklusif dan terbuka terhadap perbedaan pendapat, sehingga dapat mencegah polarisasi dan radikalisme.
Implikasi Penelitian
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa budaya pengetahuan Islam memiliki potensi besar untuk menjadi solusi atas masalah-masalah yang dihadapi dalam era pasca-kebenaran. Dengan menggali kembali nilai-nilai dan tradisi intelektual Islam, masyarakat dapat membangun masyarakat yang lebih berpengetahuan, kritis, dan toleran.