International Mobility Program 2025 UIN Salatiga Kunjungi Sekolah Indonesia Singapura, Bahas Pendidikan, Kolaborasi, dan Tantangan Sekolah RI di Luar Negeri

SINGAPURA–Program International Mobility Program (IMoP) UIN Salatiga 2025 melakukan kunjungan akademik ke Sekolah Indonesia Singapura (SIS) pada Senin (24/11). Dalam kunjungan tersebut, sebanyak 10 mahasiswa peserta IMoP dan 1 dosen sekaligus Kepala Pusat Kerjasama Internasional LP2M UIN Salatiga disambut langsung oleh Kepala Sekolah Indonesia Singapura, Samuel Kuriake Balubun di Kampus SIS, 20A Siglap Road, Singapura.

Kepala Pusat Kerjasama Internasional LP2M UIN Salatiga, Ibu Marisa Fran Lina, M. Pd. menyampaikan bahwa kunjungan ini pertama dalam rangkaian IMoP 2025. “Kami berharap bisa belajar dari SIS terkait penerapan kurikulum, proses pembelajaran dan future career yang bisa kami eksplor di sini,” tutur beliau.

Kepala sekolah Indonesia Singapura menjelaskan bahwa SIS berupaya menghadirkan pendidikan yang berkualitas dan berkarakter di tengah lingkungan global. Hal ini selaras dengan visi sekolah yaitu “Membentuk generasi unggul berkarakter Indonesia dan mewujudkan siswa berkarakter Pancasila”. Adapun misi sekolah meliputi pemupukan rasa ingin tahu dan kemampuan penyelidikan, pengembangan keterampilan abad ke-21, serta pelaksanaan pembelajaran berpusat pada siswa.

SIS merupakan sekolah bilingual yang menggunakan dua bahasa pengantar, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Di mana bahasa Indonesia wajib digunakan ketika berada di lingkungan sekolah tersebut.

Saat ini, SIS memiliki sekitar 178 siswa dengan latar belakang keluarga yang beragam, mulai dari anak pekerja profesional, anak pasangan beda negara, hingga sekitar 10% berasal dari orang tua diplomat.

Untuk menjaga mutu pendidikan sesuai visi sekolah, kepala sekolah menekankan bahwa siswa SIS harus memiliki tiga aspek utama: Iman, Ilmu, dan Imun. Iman memberi landasan moral dan spiritual, Ilmu memberi pengetahuan dan keterampilan, sementara Imun mewakili ketahanan fisik, mental, dan emosional. “Ada satu hal lagi yang penting, yaitu amal. Dari kemampuan yang dimiliki, siswa harus berkontribusi terhadap masyarakat,” ujar Samuel Kuriake Balubun, Kepala Sekolah Indonesia Singapura.

Dalam diskusi ini, Kepala SIS menyampaikan sejumlah tantangan yang tengah dihadapi. Salah satunya adalah kekurangan tenaga pendidik. Beliau menjelaskan bahwa proses penyeleksian guru sebelumnya sangat ketat, namun beberapa guru yang telah diterima tidak diarahkan ke SIS karena munculnya isu rencana penutupan sekolah. Di tengah tantangan tersebut pihak sekolah tetap mencarikan solusi yaitu dengan penyesuaian jam pelajaran.

Penyesuaian tersebut membuat seluruh jenjang di SIS yaitu SD, SMP, dan SMA memiliki durasi pembelajaran yang setara menjadi 40 menit per 1 jam pelajaran, dari sebelumnya SD 35 menit, SMP 40 menit, dan SMA 45 menit. Selain itu, SIS juga merekrut tenaga pendidik dari jalur volunteer dari universitas di Indonesia seperti UNNES, serta memanfaatkan pembelajaran online dengan merekrut guru jarak jauh yang mengajar secara daring.

Walaupun SIS berada di negara Singapura, sekolah ini tetap menjalankan regulasi program pendidikan pemerintah Indonesia dengan mengadaptasi kebijakan di Singapura. Adapun beberapa program Indonesia yang diterapkan di SIS antara lain, pengimplementasian pembelajaran deep learning dan penambahan pelajaran koding. Untuk program makan bergizi gratis (MBG) tidak diterapkan secara penuh di SIS, sebab kondisi sosial di Singapura sudah stabil. Namun pihak sekolah tetap menjaga budaya sehat melalui kegiatan sarapan bergizi setiap hari Jumat, memastikan makanan yang dikonsumsi oleh siswa memiliki gizi yang seimbang.

Diskusi rombongan IMOP UIN Salatiga dengan Sekolah Indonesia Singapura ditutup dengan penyerahan plakat sebagai kenang kenangan dan simbol kolaborasi. Melalui pertemuan ini, UIN Salatiga berharap semakin banyak mahasiswa memperoleh wawasan global, sekaligus membuka peluang kolaborasi akademik di masa mendatang. (L/A/MFL)