Sejak diterbitkannya Peraturan Presiden No. 58 Tahun 2023, moderasi beragama semakin masif digalakkan di mana-mana, tidak terkecuali di perguruan tinggi. Hal itu tidak berlebihan mengingat selain negara, masyarakat, dan media, ternyata pendidikan juga merupakan salah satu ekosistem penting yang dianggap turut berkontribusi dalam penguatan moderasi beragama. Di regulasi tersebut juga termaktub jelas bahwa penguatan moderasi beragama akan ditentukan melalui penanaman nilai agama dan kepercayaan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, dan penyelenggara pendidikan dalam pendidikan formal, nonformal, dan informal. Maka dari itu, tidak mengherankan tatkala UIN Salatiga sejak 2023 mengharuskan mahasiswa untuk menempuh mata kuliah Wasathiyah Islam di semua program studi.
Lain halnya dengan UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon yang sejauh ini tidak harus menelorkan mata kuliah tersendiri dalam rangka penguatan moderasi beragama bagi sivitas akademikanya. Mohamad Yahya, Ketua Rumah Moderasi Beragama (RMB) UIN SSC, saat konsinyering menyebutkan bahwa indikator moderasi beragama dapat diinsersikan dalam semua mata kuliah.
Di kegiatan yang berlangsung pada 7 Agustus 2024 itu juga dibahas, “Dengan adanya nilai-nilai seperti tasamuh, tawazun, tawassuth, bahkan qudwah, mustinya tidak muncul lagi pandangan bahwa moderasi beragama hanya sekadar proyek kementerian,” ungkap Hammam, Ketua LP2M. Pada kegiatan yang berlangsung selama 2 jam itu, M. Agung Hidayatulloh, Kepala Pusat Wasathiyah Islam, menyimpulkan, “Jalinan kerja sama antar perguruan tinggi seperti ini sejatinya akan memuluskan langkah-langkah strategis penguatan moderasi beragama.”