Sebuah penelitian kolaboratif antara Chairul Huda dari Universitas Islam Negeri (UIN) Salatiga dan Muhammad Feby Ridho Pangestu dari University of Jordan telah mengungkap dinamika menarik seputar perubahan kebijakan hukum terkait usia perkawinan di Indonesia. Penelitian ini menganalisis hubungan antara aspek-aspek yang mempengaruhi perubahan hukum tersebut dalam perspektif Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dan konsep maslahah dalam Islam.
Penelitian ini menemukan bahwa isu usia perkawinan merupakan bagian dari wilayah penemuan hukum yang dinamis, sehingga melahirkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 yang mengatur ulang batas usia minimal pernikahan. Perubahan ini tidak terlepas dari pengaruh gerakan gender yang mendorong paradigma baru dalam hukum keluarga, yaitu lebih progresif dan melindungi hak-hak perempuan.
Konsep Maslahah sebagai Landasan
Penelitian ini juga menggunakan konsep maslahah sebagai kerangka analisis. Konsep maslahah dalam Islam menekankan pentingnya mencari kebaikan dan kemaslahatan dalam setiap tindakan hukum. Dalam konteks usia perkawinan, penetapan batas usia minimal bertujuan untuk melindungi hak-hak anak, mencegah pernikahan dini, dan mewujudkan keluarga yang sehat dan sejahtera.
Dampak terhadap SDGs
Penelitian ini menunjukkan bahwa perubahan kebijakan usia perkawinan di Indonesia berkontribusi pada pencapaian beberapa tujuan SDGs, seperti:
- SDG 5: Kesetaraan Gender: Dengan menaikkan batas usia minimal pernikahan, terutama bagi perempuan, kebijakan ini membantu mengurangi diskriminasi gender dan meningkatkan pemberdayaan perempuan.
- SDG 10: Mengurangi Ketimpangan: Kebijakan ini membantu mengurangi ketimpangan antara laki-laki dan perempuan, serta antara anak-anak yang menikah dini dan mereka yang tidak.
- SDG 16: Perdamaian, Keadilan, dan Institusi yang Kuat: Kebijakan ini berkontribusi pada penegakan hukum yang lebih adil dan perlindungan terhadap hak-hak anak.